Shahih Ibnu Hibban 1046 / 2769

صحيح ابن حبان 1046: أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ الْحُبَابِ الْجُمَحِيُّ، حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ، عَنْ مَالِكٍ، عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَقْبَرَةَ، فَقَالَ‏:‏ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ، وَدِدْتُ أَنِّي قَدْ رَأَيْتُ إِخْوَانَنَا، قَالُوا‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَسْنَا إِخْوَانَكَ‏؟‏ قَالَ‏:‏ بَلْ أَصْحَابِي، وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ، وَأَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، قَالُوا‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ يَأْتِي بَعْدَكَ مِنْ أُمَّتِكَ‏؟‏ فَقَالَ‏:‏ أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَتْ لِرَجُلٍ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ فِي خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ، أَلاَ يَعْرِفُ خَيْلَهُ‏؟‏قَالُوا‏:‏ بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ‏:‏ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنَ الْوُضُوءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ، فَلَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ، أُنَادِيهِمْ‏:‏ أَلاَ هَلُمَّ، أَلاَ هَلُمَّ، فَيُقَالُ‏:‏ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ‏:‏ فَسُحْقًا، فَسُحْقًا، فَسُحْقًا‏.‏قَالَ أَبُو حَاتِمٍ‏:‏ الاِسْتِثْنَاءُ يَسْتَحِيلُ فِي الشَّيْءِ الْمَاضِي، وَإِنَّمَا يَجُوزُ الاِسْتِثْنَاءُ فِي الْمُسْتَقْبَلِ مِنَ الأَشْيَاءِ‏.‏ وَحَالُ الإِنْسَانِ فِي الاِسْتِثْنَاءِ عَلَى ضَرْبَيْنِ، إِذَا اسْتَثْنَى فِي إِيمَانِهِ‏:‏ فَضَرْبٌ مِنْهُ يُطْلَقُ مُبَاحٌ لَهُ ذَلِكَ، وَضَرْبٌ آخَرُ إِذَا اسْتَثْنَى فِيهِ الإِنْسَانُ كَفَرَ‏.‏ وَأَمَّا الضَّرْبُ الَّذِي لاَ يَجُوزُ ذَلِكَ، فَهُوَ أَنْ يُقَالَ لِلرَّجُلِ‏:‏ أَنْتَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْجَنَّةِ وَالنَّارِ، وَالْبَعْثِ وَالْمِيزَانِ، وَمَا يُشْبِهُ هَذِهِ الْحَالَةَ‏؟‏ فَالْوَاجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَقُولَ‏:‏ أَنَا مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ حَقًّا، وَمُؤْمِنٌ بِهَذِهِ الأَشْيَاءِ حَقًّا، فَمَتَى مَا اسْتَثْنَى فِي هَذَا كَفَرَ‏.‏وَالضَّرْبُ الثَّانِي‏:‏ إِذَا سُئِلَ الرَّجُلُ‏:‏ إِنَّكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِي يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ، وَهُمْ فِيهَا خَاشِعُونَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ‏؟‏ فَيَقُولُ‏:‏ أَرْجُو أَكُونَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ‏.‏ أَوْ يُقَالُ لَهُ‏:‏ أَنْتَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ‏؟‏ فَيَسْتَثْنِي أَنْ يَكُونَ مِنْهُمْ‏.‏ وَالْفَائِدَةُ فِي الْخَبَرِ حَيْثُ، قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ، أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ بَقِيعَ الْغَرْقَدِ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فِيهِمْ مُؤْمِنُونَ وَمُنَافِقُونَ، فَقَالَ‏:‏ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ، وَاسْتَثْنَى الْمُنَافِقِينَ أَنَّهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يُسْلِمُونَ، فَيَلْحَقُونَ بِكُمْ، عَلَى أَنَّ اللُّغَةَ تُسَوِّغُ إِبَاحَةَ الاِسْتِثْنَاءِ فِي الشَّيْءِ الْمُسْتَقْبَلِ وَإِنْ لَمْ يَشُكَّ فِي كَوْنِهِ، لِقَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ‏:‏ ‏{‏لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنَيْنِ‏}‏‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 1046: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke sebuah pekuburan lalu mengucap: “Assalaamu alaikum daara qaumin mu’miniina innaa insya Allahu bikum laahiqun (Assalaamu ’alikum hai perkampungan kaum mukminin dan kami Insya Allah menyusul kalian), aku ingin sekali dapat melihat saudara-saudara kita.”. Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bukankah kami ini (juga) saudaramu?”. Beliau menjawab: “Kalian adalah shahabatku, (maksudnya adalah) saudara-saudara kita yang akan datang di kemudian hari, dan aku adalah orang yang paling dahulu sampai di Telaga.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana engkau dapat mengenali mereka yang hidup dari umatmu setelah engkau?” Beliau menjawab: “Kalau seorang mempunyai kuda yang putih mukanya di tengah-tengah kawanan kuda yang hitam, bukankah ia dapat mengenal kudanya?” Mereka menjawab: “Tentu saja Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “-Demikian pula kaum mukminin akan datang kelak dengan tanda muka yang cemerlang karena bekas wudhu, sedangkan aku orang yang paling dahulu sampai di Telaga itu. perhatikanlah, bahwa akan diusir satu rombongan orang dari telagaku itu seakan-akan mengusir unta yang sesat. Aku memanggil-manggil mereka: “Marilah-marilah. ”Seruanku itu dijawab oleh orang: "Mengapa mereka dipanggil, padahal mereka telah memeluk agama lain sesudah wafatmu?"Aku menjawab:"Jika demikian enyahlah jauh-jauh.” 14 Abu Hatim berkata, “Pengecualian (istitsna’) itu mustahil ada pada sesuatu yang lampau, pengecualian itu hanya boleh untuk hal-hal yang akan datang." Keadaan manusia di dalam pengecualian terbagi menjadi dua bagian, apabila ia mengecualikan di dalam keimanannya: maka satu bagian itu dihukumi boleh (mubah). Dan bagian lainnya kafir/kufur. Adapun satu bagian yang tidak mempebolehkannya adalah apabila seseorang berkata kepada orang lainnya: “Apakah kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, surga, neraka, hari pembangkitan, dan timbangan amal, serta sesuatu yang menyerupainya?" Maka wajib atas orang itu menjawabnya dengan: “Aku orang yang beriman kepada Allah secara benar, dan kepada segala sesuatu itu secara benar." Apabila ia keluar dari ini, maka ia kafir. Adapun bagian kedua: Jika seseorang ditanya, “Apakah kamu termasuk orang mukmin yang selalu mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan termasuk orang yang khusyu dalam beribadah, serta orang yang berpaling dari bermain-main?" maka ia menjawab: “Aku berharap termasuk dari golongan tersebut, insya Allah.” Atau dikatakan kepadanya, “Apakah kamu termasuk penduduk surga?", lalu ia mengatakan bahwa ia bukanlah termasuk penduduk surga. Adapun faedah dalam hadis ini saat beliau bersabda, "Dan kami Insya Allah menyusul kalian; bahwa beliau masuk di kuburan umum para ahahabatnya, yang didalamnya terdapat orang mukmin dan orang munafik. Maka beliau mengucap, "Sesungguhnya kami -Insya Allah- akan menyusul kalian. ” Ini juga menunjukkan bahwa dalam bahasa boleh mengecualikan pada sesuatu yang akan datang sekalipun hal itu masih diragukan keberadaannya, berdasarkan firman Allah Azza wa Jaila: “esungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman.” 15 (Qa. Al Fath [48): 27)